Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi atau Bappebti Kementerian Perdagangan resmi meluncurkan bursa kripto yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan masyarakat.
Kepala Bappebti Kemendag Didid Noordiatmoko mengatakan, pembentukan bursa kripto, kliring, dan pengelola tempat penyimpanan aset kripto bertujuan untuk menciptakan ekosistem perdagangan yang adil dan merata. Selain itu, “mengutamakan perlindungan masyarakat sebagai nasabah,” ujarnya dalam keterangan media, Kamis (20/7).
Pembentukan itu dilakukan pada masa transisi UU Pembinaan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU P2SK. Hal ini bertujuan untuk memastikan industri kripto Indonesia berjalan dan terjaga, serta mampu memberikan kontribusi terhadap perekonomian melalui pendapatan nasional.
Dalam mengembangkan dan memperkuat bursa kripto, pengelola kliring dan penyimpanan aset kripto, Bappebti bekerjasama dengan kementerian/lembaga terkait, khususnya Dewan Jasa Keuangan atau OJK, Bank Indonesia alias BI dan Kementerian Keuangan, serta masyarakat luas.
“Ke depannya, industri dan perdagangan kripto dapat terus dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan industri,” ujarnya.
Bappebti menetapkan pendirian bursa kripto melalui Keputusan Kepala Bappebti No. 01/BAPPEBTI/SP-BBAK/07/2023 tanggal 17 Juli tentang Persetujuan sebagai Bursa Berjangka Aset Kripto kepada PT Bursa Komoditi Nusantara.
Perjanjian tersebut mengacu pada:
Peraturan Bappebti Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Pasar Fisik Komoditi Di Bursa Berjangka Peraturan Bappebti Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto Di Bursa Berjangka
Didid menegaskan, perdagangan aset kripto secara fisik memiliki risiko yang relatif tinggi, karena bisa naik atau turun secara drastis dalam waktu singkat. Untuk itu, diperlukan pemahaman yang baik di masyarakat, termasuk manfaat, potensi, dan risiko dari perdagangan aset kripto, ujarnya.
Bappebti juga merinci perkembangan aset kripto di Indonesia:
Pelanggan aset kripto meningkat 141,8 ribu menjadi 17,54 juta. Nilai transaksi perdagangan aset kripto fisik di bulan Juni sebesar Rp 8,97 triliun, naik 9,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Jenis aset kripto yang paling sering diperdagangkan adalah: Tether (USDT) Bitcoin (BTC) Ethereum (ETH) Ripple (BNB) Binance Coin
Menurut Didid, penurunan nilai transaksi disebabkan oleh:
Pasar kripto global sedang mengalami penurunan volume perdagangan Potensi krisis likuiditas rendah yang berdampak negatif pada stabilitas harga dan efisiensi pasar Lonjakan tekanan jual yang menyebabkan koreksi harga aset kripto Kebijakan bank sentral Amerika Serikat atau The Fed terkait kenaikan suku bunga menyebabkan perubahan perilaku masyarakat dari yang sebelumnya memilih memperdagangkan aset digital menjadi tabungan.
“Dalam hal penggunaan teknologi blockchain, semakin banyak perusahaan seperti Meta, Google, dan Twitter yang mulai mengintegrasikan teknologi blockchain ke dalam aktivitas bisnis mereka,” kata Didid. “Ini membuktikan bahwa ke depan perkembangan perdagangan fisik aset kripto masih cukup menjanjikan.”