Sementara banyak konglomerat yang tertarik dengan startup yang menyediakan kebutuhan dasar seperti CT Corps ke Grup Djarum, beberapa startup ini telah menutup layanan tokonya. Yang terbaru, Traveloka menutup layanan belanja basic retail di toko offline Traveloka Mart.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi dan prioritas unicorn Indonesia. “Kami akan menghentikan layanan Traveloka Mart sebagai bagian dari strategi dan prioritas perusahaan,” kata sumber Traveloka kepada Katadata.co.id, Kamis (25/8).
Perusahaan rintisan perjalanan atau online travel agent (OTA) itu mengatakan, perusahaan akan tetap fokus pada karyawan, mitra, dan konsumen selama proses penghentian Traveloka Mart.
“Ini untuk memastikan transisi yang baik sesuai dengan aturan yang berlaku,” katanya. “Kami akan terus berkoordinasi dengan mitra dan memberikan dukungan dalam proses penghentian layanan Traveloka Mart.”
Sebelumnya, ada tiga start up serupa yang menutup layanan toko offline yakni Sayurbox, Tanihub, dan Brambang. Start-up yang menyediakan kebutuhan pokok seperti sayur dan buah-buahan, Sayurbox sebelumnya menutup toko offline-nya, Toko Panen, pada Juni lalu.
Toko offline yang tutup berlokasi di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Hal itu disampaikan melalui akun Instagram @panen.official pada Juni (16/6).
Sebelumnya, Sayurbox mendapatkan pembiayaan seri C lebih dari US$ 120 juta atau lebih dari Rp 1,7 triliun pada Maret lalu. Investasi tersebut dipimpin oleh Northstar dan Alpha JWC Ventures, dengan partisipasi dari International Finance Corporation (IFC).
Sebelumnya investor Astra, Syngenta Group Ventures, Global Brain, dan beberapa investor lainnya juga turut serta dalam pembiayaan tersebut.
Northstar merupakan salah satu investor Gojek. Sementara itu, Alpha JWC Ventures berinvestasi di perusahaan start-up besutan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Goola dan Mangkokku.
Pembiayaan Seri C diperoleh dalam waktu kurang dari setahun untuk Seri B sebesar US$ 15 juta, Rp. 216 miliar yang dipimpin oleh Astra.
Sayurbox juga menyediakan lebih dari 5.000 produk pertanian, daging dan ikan, serta makanan siap saji. Cakupan pengiriman adalah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), Surabaya dan Bali.
Selain itu, Sayurbox melayani sekitar satu juta pelanggan di Jawa dan Bali. Selain itu, menjalin kerjasama dengan lebih dari 10.000 petani di seluruh Indonesia.
Brambang menutup layanannya pada Mei (27/5). Startup ini berubah menjadi pasar smartphone dan elektronik.
Perusahaan juga membuat akun Instagram baru yaitu @brambangelektronik. “Ikuti @brambangelektronik untuk informasi penawaran terbaru dan silahkan download aplikasi Brambang terbaru di Google Play Store,” ujar Brambang melalui akun Instagramnya @brambangdotcom, pada (26/5) Mei.
Februari lalu, TaniHub juga menghentikan pengoperasian dua gudang di Bandung dan Bali. Awal pertanian ini juga berhenti.
Senior Corporate Communications Manager TaniHub Group Bhisma Adinaya menjelaskan, perseroan ingin mempertajam fokus bisnisnya. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan melalui kegiatan Business to Business (B2B) seperti hotel, restoran, kafe, perdagangan modern, perdagangan umum, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), serta mitra strategis.
“Ke depan, penyerapan hasil panen petani akan meningkat. Oleh karena itu, kami juga menghentikan kegiatan terkait Business to Customer (B2C) atau yang memberikan layanan kepada pengguna rumah tangga,” ujar Bhisma kepada Katadata.co.id, pada Februari (26/2).
Oleh karena itu, perusahaan telah mem-PHK para pekerja. “Terkait penajaman fokus bisnis ini memang ada pekerja di dalamnya yang terdampak,” ujarnya.
Startup Farming Ditarik Konglomerat
Sektor e-groceries juga diminati oleh para konglomerat di Indonesia. Anak perusahaan CT Corps PT Trans Retail Indonesia (Transmart) dan PT Bukalapak.com Tbk membentuk joint venture berupa e-commerce di bidang makanan segar dan kebutuhan sehari-hari AlloFresh.
Kemudian Blibli yang didukung Grup Djarum juga berinvestasi di perusahaan grosir modern Ranch Market. E-commerce tersebut mengakuisisi 51% saham Ranch Market dengan nilai transaksi Rp 2,03 triliun.
Grup Djarum juga secara tidak langsung menjadi bagian dari ekosistem penyedia produk segar melalui Gojek. Grup Djarum menjadi salah satu investor Gojek sejak 2018.
Gojek memimpin putaran pendanaan Seri A dari startup social commerce Segari melalui GoVentures pada April lalu. Nilai investasinya US$ 16 juta atau Rp 226,8 miliar.
Segari menawarkan layanan untuk memfasilitasi rantai distribusi sembako melalui skema bisnis social commerce.
Startup yang didirikan tahun lalu ini merekrut mitra petani dari Jawa dan Sumatera. Startup memanfaatkan desentralisasi gudang dalam memberikan layanan.
Belakangan, Astra International menginvestasikan US$ 5 juta atau sekitar Rp 72 miliar di Sayurbox. Grup Ciputra melalui penerbit teknologi Metrodata Electronics juga menggelontorkan US$ 500 ribu atau setara Rp 7,12 miliar ke Sayurbox.
Metrodata Electronics dan Sayurbox menandatangani perjanjian investasi yang menyatakan bahwa perseroan akan mengakuisisi saham di Sayurbox dalam jangka waktu tertentu.
Jumlah dan persentase saham akan didasarkan pada rumus perhitungan yang ditetapkan dalam perjanjian investasi.
Grup Triputra dan Multi Persada Nusantara telah terlibat dalam putaran pendanaan awal senilai US$4 juta atau Rp57 miliar untuk pemasok produk segar Kedai Sayur sejak 2019.
Kedai Sayur menawarkan solusi inklusi teknologi untuk pedagang sayuran. Perusahaan merancang model bisnis penjual sayur dan melayani ekosistem petani sayur.
Belakangan, Grab membentuk aliansi bisnis dengan toko ritel Grup Lippo, Matahari Putra Prima Tbk (MPPA). Kolaborasi ini untuk memperluas bisnis omni-channel Matahari.
Melalui kolaborasi ini, Matahari dapat membuat toko virtual Hypermart, Foodmart, Primo dan Hyfresh menggunakan fitur GrabMart. Dengan begitu, pengguna Grab dapat berbelanja bahan makanan pokok, hasil bumi segar hingga kebutuhan rumah tangga dalam satu aplikasi.
Ada juga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Telkom yang masuk melalui MDI Ventures. Perusahaan modal ventura ini membawa pendanaan ke startup pertanian TaniHub Group US$ 65,5 juta atau sekitar Rp 942 miliar pada Mei lalu.