Dari 102 perusahaan rintisan pinjaman online atau pembiayaan financial technology (fintech lending) yang berizin di Badan Jasa Keuangan (OJK), 41 di antaranya sudah meraup untung. Namun kredit macet atau default rate of return (TWP) meningkat.
“Sebanyak 41 sudah untung untung, sedangkan 61 masih merugi. Dari sisi ekuitas, negatifnya ada tiga,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK Ogi Prastomiyono dalam konferensi pers, Selasa (12/6).
Menurutnya, sektor pinjaman fintech tumbuh secara agregat. Hal ini dapat dilihat pada pertumbuhan kredit sebagai berikut:
Seiring dengan kenaikan pinjaman, kredit macet atau TWP 90 alias keterlambatan pembayaran lebih dari 90 hari mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2021. Rinciannya sebagai berikut:
2020 (%)2021 (%)2022(%)TandaJanuari3.981.782,52 Rp 785,94 miliarFebruari3.921.592,35 Rp 812,57 miliarBerbaris4.221.322,32 Rp 866,64 miliarApril4.931.372,31 Rp 892 miliarMungkin5,11.542,28 Rp 917 miliarJuni6.131.532,53 Rp 1,119 triliunJuli7.991.822,67 Rp 1,21 triliunAgustus8.881.772,89 Rp 1,36 triliunSeptember8.271.93,07 Rp 1,49 triliunOktober7.582.132,9 Rp 1,42 triliunNovember7.182,24n/an/aDesember4.782.29n/an/a
Sumber: Data OJK, diolah Katadata.co.id
Ogi mengatakan, OJK sedang mengkaji aturan tentang besaran bunga maksimal yang dikenakan kepada nasabah fintech loan. “Dengan mengutamakan aspek keadilan dan memperhatikan aspek kesetaraan sebagaimana diterapkan pada sektor lain yang memiliki proses bisnis yang sama,” ujarnya.
OJK juga akan membenahi regulasi dan sistem informasi pinjaman fintech.
Selain itu, otoritas sedang berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk meninjau kebijakan moratorium perizinan pinjaman financial technology. “Kami sedang menyiapkan sistem informasi untuk mendukung proses perizinan, termasuk untuk pinjaman financial technology,” ujarnya.
Kepala Divisi Humas AFPI, Andi Taufan menilai, rasio kredit bermasalah terjadi karena industri fintech loan berkembang pesat. “Sulit menghindari kenaikan TWP 90,” ujarnya kepada Katadata.co.id, pada September (27/9).
Dia menjelaskan, kredit bermasalah (NPL) atau kredit macet cenderung meningkat ketika terjadi peningkatan signifikan dalam jumlah produksi termasuk jumlah peminjam.