Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan mayoritas korban pinjaman online alias pinjaman ilegal adalah guru dan korban PHK. Ada berbagai alasan mengapa mereka menggunakan jasa pinjaman informal.
“Misalnya karena butuh uang untuk bayar utang, punya ekonomi menengah ke bawah, dan dana pinjaman ilegal lebih cepat tersalurkan,” ujar Anggota OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari dalam konferensi pers online, dikutip dari Antara, Selasa (22/11) .
Rincian penggunaan pinjaman ilegal berdasarkan kajian No Limit Indonesia tahun 2021 adalah sebagai berikut:
1.433 responden melunasi hutang 542 berasal dari kalangan menengah ke bawah yang membutuhkan uang 499 karena dana lebih cepat tersalurkan 368 untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup 297 memenuhi kebutuhan mendesak 138 perilaku konsumtif 103 tekanan ekonomi 52 membeli gadget baru 46 membayar uang sekolah 42 karena pinjaman online rendah literasi
Berdasarkan demografi, 42% orang yang tertangkap dalam pinjaman ilegal adalah guru. Kemudian 21% korban PHK dan 18% ibu rumah tangga.
Oleh karena itu, pemerintah dan pelaku industri jasa keuangan dipandang perlu bersinergi untuk menyediakan produk jasa keuangan yang memberikan kemudahan dan kecepatan kepada masyarakat.
Melalui Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah atau TPAKD, OJK memiliki program perkreditan yang dirancang untuk memberantas rentenir, termasuk lembaga pemberi pinjaman ilegal.
“Bersama pemerintah provinsi dan kota, kami juga mendorong penyedia jasa keuangan untuk memberikan kredit dengan cepat dan mudah, bahkan ada yang disubsidi dari APBD provinsi,” katanya.
Pemerintah juga terus mengedukasi masyarakat agar dapat menggunakan produk jasa keuangan sesuai dengan kebutuhannya.
“Ini merupakan aksi kolaboratif agar masyarakat dapat membedakan antara pinjaman yang ilegal dan yang sah, serta dapat menggunakan produk jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhannya, tidak berlebihan, tidak konsumtif yang dapat merepotkan,” ujarnya.