Project S TikTok menjadi fokus Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah atau Menkop UKM Teten Masduki. Ia juga mengatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi turun tangan untuk menyelesaikan masalah peninjauan regulasi terkait e-commerce.
Regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perdagangan alias Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Berusaha, Iklan, Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggara Usaha Perdagangan Elektronik atau PPMSE.
“Saya sudah dipanggil Pak Presiden Jokowi, nanti Pak Presiden melalui Pak Mensesneg Pratikno segera menyelesaikan masalah ini,” kata Teten Masduki usai membuka Seminar Revitalisasi Koperasi Sekolah, di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, Sabtu (22/7).
Ia mengatakan, pembahasan revisi PM Nomor 50 Tahun 2020 sudah dibahas sejak era Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. “Sudah hampir selesai, yang tersisa hanyalah harmoni. Kalau Mendag diganti Zulkifli Hasan, stop lagi,” ujarnya.
Menurut Teten, salah satu ancaman UKM di pasar e-commerce adalah munculnya pola perdagangan dengan memanfaatkan media sosial yang disebut juga dengan social trading seperti Project S TikTok.
The Financial Times pertama kali melaporkan proyek TikTok S Inggris, yang dijuluki ‘Trendy Beat’, pada awal Juli. Di Inggris, produk populer dijual di ‘Trendy Beat’ Tik tok yaitu pembersih telinga dan sisir rambut hewan peliharaan daripada pakaian.
Produk yang ditampilkan di fitur ‘Trendy Beat’ TikTok dikatakan dikirim langsung dari China. Meski penjualnya terdaftar di Singapura, namun tercatat dimiliki oleh induk perusahaan, ByteDance.
Melalui Project S dari Tiktok Shop, Tiktok disebut bisa mengetahui berbagai data tentang berbagai produk yang sangat diminati atau dibutuhkan pengguna di Indonesia. Kemudian mesin algoritma tersebut dikatakan mampu mengarahkan pengguna untuk membeli produk perusahaan tersebut.
“Mereka punya teknologi artificial intelligence (AI) yang bisa mengerti kebutuhan masyarakat Indonesia. Mereka punya market intelligence yang tahu persis apa yang dibutuhkan pasar Indonesia, Malaysia, dan Inggris. Kalau mereka terus menjadi negara bodoh karena tidak mau mengatur ini, kita akan akhiri,” tambah Teten.
Ia pun mengusulkan beberapa hal dalam revisi Kantor Perdana Menteri Nomor 50 Tahun 2020, antara lain:
E-commerce atau social commerce tidak lagi diperbolehkan mendatangkan barang atau mengimpor langsung dari luar negeri tanpa melalui serangkaian perizinan. Memiliki sertifikasi halal. Ada standardisasi. Penyedia layanan e-commerce dan social commerce seperti TikTok hanya diperbolehkan menyediakan platform, sehingga tidak bisa menjual produknya sendiri.
“Sesuai arahan Presiden Jokowi, kalau produk itu diproduksi di Indonesia, tidak perlu impor. Apa itu? Banyak sekali. Coba saja. Yang dijual dari China itu safety pin, cover handphone, dan lain-lain,” ujarnya.